
Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Kepolisian Daerah (Polda) Banten yang telah menindak tegas dan menetapkan tersangka terhadap Ketua Kadin Kota Cilegon terkait dugaan pemerasan proyek senilai Rp 5 triliun. Sahroni dengan keras menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk premanisme yang sangat mengganggu iklim investasi dan dunia usaha di Indonesia.
Kasus ini mencuat setelah adanya laporan mengenai permintaan jatah proyek pembangunan Pabrik Chlor Alkali-Ethylene Dichloride (CA-EDC) milik PT Chandra Asri Alkali (CAA) di Cilegon, sebuah Proyek Strategis Nasional (PSN) senilai sekitar Rp 15 triliun. Ketua Kadin Kota Cilegon, Muh Salim, bersama dua orang lainnya, diduga meminta jatah proyek senilai Rp 5 triliun tanpa melalui proses lelang yang semestinya kepada PT China Chengda Engineering selaku kontraktor.
Ahmad Sahroni, yang duduk di Komisi III DPR RI yang membidangi masalah hukum dan kepolisian, menegaskan bahwa tindakan meminta jatah proyek dengan cara pemaksaan atau intimidasi seperti yang diduga dilakukan oleh oknum Kadin Cilegon merupakan murni praktik premanisme yang tidak dapat dibenarkan.
“Jadi sudah pasti negara dan aparat harus menindak sangat tegas dan di kasus ini tindakan tegasnya harus memberi efek jera bagi yang lain,” ujar Ahmad Sahroni.
Legislator dari Fraksi Partai NasDem ini menambahkan bahwa hukuman terhadap para pelaku dalam kasus ini harus diperberat guna memberikan efek jera yang maksimal, agar tidak ada lagi pihak yang berani melakukan tindakan serupa di masa mendatang. Ia juga menyoroti sikap Ketua Kadin Cilegon, Muh Salim, yang sempat menunjukkan gestur mengacungkan jempol kepada wartawan saat digiring oleh polisi setelah ditetapkan sebagai tersangka. Sahroni menilai sikap tersebut sebagai bentuk ketidakmaluan dari pelaku.
“Memalukan itu orang nggak ada otaknya, itu yang namanya preman harus dibasmi,” kata Sahroni dengan nada geram. Ia menegaskan bahwa individu yang bertindak seperti preman, meskipun mengatasnamakan organisasi atau jabatan, harus diberantas dari sistem.
Dukungan Sahroni terhadap langkah Polda Banten ini sejalan dengan komitmen pemerintah dan DPR dalam memberantas aksi premanisme dalam dunia usaha yang dinilai menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Berbagai pihak sebelumnya telah menyuarakan keprihatinan atas maraknya praktik pemalakan, pungutan liar, dan intimidasi terhadap pelaku usaha di berbagai daerah.
Polda Banten sendiri telah menetapkan Muh Salim, Ismatullah (Wakil Ketua Kadin Bidang Industri Kota Cilegon), dan Jahuri (Ketua HNSI Kota Cilegon) sebagai tersangka dan menahan mereka atas dugaan pemerasan dan perbuatan pidana lainnya terkait permintaan jatah proyek tersebut. Penyelidikan polisi mengungkap adanya unsur pemaksaan dan ancaman dalam pertemuan antara para tersangka dan perwakilan kontraktor asing.
Ahmad Sahroni menekankan bahwa negara hukum harus ditegakkan dan aturan harus dipatuhi oleh semua pihak. Ia berharap agar kasus ini menjadi pelajaran berharga dan mendorong aparat penegak hukum untuk lebih gencar menindak aksi premanisme di mana pun, terutama yang mengganggu aktivitas ekonomi dan investasi.
Komisi III DPR RI, kata Sahroni, akan terus mengawal proses hukum kasus ini untuk memastikan berjalan secara profesional dan transparan. Ia juga mengapresisi kerja cepat Polda Banten dalam merespons laporan dan menindak para terduga pelaku.
Kasus dugaan pemerasan proyek Rp 5 triliun di Cilegon ini menyoroti pentingnya integritas di kalangan organisasi pengusaha dan asosiasi profesi. Kadin sebagai wadah pengusaha seharusnya berperan dalam memajukan dunia usaha dan menciptakan iklim investasi yang kondusif, bukan malah terlibat dalam praktik-praktik yang melanggar hukum dan merugikan. Sikap tegas dari legislator seperti Ahmad Sahroni dan tindakan cepat kepolisian diharapkan dapat memberikan sinyal kuat bahwa pemerintah tidak akan mentolerir aksi premanisme dalam bentuk apapun yang merusak tatanan ekonomi dan hukum di Indonesia.